JAKARTA – Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi menjelaskan tiga gelombang besar yang mengancam ketahanan pangan di Indonesia sepanjang tahun 2023. Namun pemerintah memiliki cara cerdas menghadapi ancaman tersebut, sehingga ketahanan pangan Indonesia tetap aman.
Bayu Krisnamurthi mengutarakan hal tersebut dalam diskusi bertajuk “Indonesia Menuju Kedaulatan Pangan” di Media Center Indonesia Maju, Jalan Diponegoro No. 15, Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis (21/12/2023).
Adapun tiga gelombang besar yang mengancam ketahanan pangan itu menurut Krisnamurthi adalah penurunan produksi pangan, dimana situasi produksi pangan di Indonesia yang menurun di Indonesia sepanjang tahun 2023. Beberapa faktor penyebab produksi pangan turun, termasuk kemarau panjang akibat fenomena iklim El Nino.
Kedua, faktor biaya produksi pertanian yang naik, seperti harga pupuk, harga BBM dan juga pemulihan pasca Covid-19 yang menyebabkan harga upah buruh tani juga ikut naik.
“Kenaikan harga BBM jangan dikira tidak berdampak terhadap biaya produksi pertanian, karena ini menyangkut biaya penggilingan, angkutan dan seterusnya,” katanya.
Faktor ketiga, kata Krisnamurthi adalah harga pasar dunia naik. Hal ini merupakan dampak dari perang di Ukraina, dan India menutup ekspor bahan pangan. Selain India, tercatat ada 22 negara melakukan hal yang sama.
“Jadi Indonesia berhadapan dengan tiga gelombang besar yang mengancam ketahanan pangan,” ujaranya.
Tetap pemerintah, melakukan suatu tindakan yang cerdas untuk menghadapi ketiga gelombang besar yang mengancam ketahanan pangan tersebut.
“Hal pertama yang dilakukan adalah memastikan 21,4 juta rumah tangga yang paling membutuhkan, kelompok masyarakat berpendapatan paling rendah di-scure dulu, maka dibagikanlah 10 kilogram beras, gratis kepada mereka setiap bulan,” terangnya.
Menurut Bayu Krisnamurthi, 10 kilogram beras yang dibagikan ke rumah tangga tersebut, kira-kira sepertiga dari kebutuhan beras setiap bulannya. Ini dilakukan pemerintah melalui program bantuan pangan.
“Memang tidak memenuhi semua, tapi paling tidak sudah tenang, sudah ada. Mungkin lebih sedikit, tapi sudah ada,” ujarnya.
Kedua adalah penjualan beras lebih dari 1 juta ton melalui program Beras SPHP dengan harga sekitar Rp1.000 hingga Rp1.500 lebih murah dari harga pasar.
“Masyarakat yang ingin beli beras, kalau berasnya sedang mahal di pasar, maka dia punya alternatif. Lebih murah Rp1.000 sampai Rp1.500 per kilo. Dia bisa beli itu,” katanya.
Dengan dua program tersebut, pemerintah berhasil menjangkau sampai 24 juta rumah tangga, yang artinya mendekati 100 juta jiwa atau sekitar 40 persen dari jumlah penduduk Indonesia sudah aman dari sisi pangan.
“Jadi program bantuan pangan dan SPHP itu meredakan fluktuasi, meski pun harus kita akui ketiga gelombang besar itu begitu kuat pengaruhnya,” ujarnya.
Krisnamurthi memberikan contoh salah satu pengaruhnya adalah belum bisa menurunkan harga.
“Tapi inflasinya bisa dikendalikan. Fluktuasinya bisa dikendalikan,” pungkasnya. (*)