JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat program Cofiring energi terbarukan 2023 ampuh dalam menekan emisi gas rumah kaca. Realisasi program cofiring energi terbarukan 2023 di 43 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 1,05 juta ton CO2e.
Kementerian ESDM melalui Plt Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Jisman P. Hutajulu mengatakan, realisasi program cofiring di tahun 2023 mencapai 991.000 ton biomassa. Jumlah itu menghasilkan 1,04 Terawatt Hour (TWh) energi hijau serta penurunan emisi GRK 1,05 juta ton CO2e.
“Capaian ini menunjukkan bahwa program cofiring telah berjalan dengan baik dan mampu meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan,” ujar Jisman P. Hutajulu pada saat konferensi pers capaian kinerja subsektor EBTKE tahun 2023 di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Cofiring adalah proses pembakaran campuran bahan bakar fosil dengan bahan bakar ET, seperti biomassa, biogas, atau hidrogen. Program ini dilakukan dengan mencampur biomassa, seperti serbuk gergaji, sekam padi, dan cangkang sawit, dengan batu bara pada PLTU.
Menurut Jisman, Implementasi cofiring menjadi salah satu solusi yang tepat untuk meningkatkan bauran ET tanpa menambah jumlah pembangkit baru. “Cofiring merupakan salah satu teknologi yang potensial untuk meningkatkan bauran EBT,” tambah Jisman.
Di tahun 2023, sebanyak 7 lokasi PLTU akan go live, menjadi total 43 lokasi. Tambahan 7 lokasi PLTU: PLTU Ombilin, PLTU Bengkayang, PLTU Holtekamp, PLTU Ampana, PLTU Tenayan, PLTU Tidore, dan PLTU Teluk Sirih.
Jisman mengatakan, pemerintah akan terus mendorong realisasi program cofiring di tahun-tahun mendatang. Pemerintah menargetkan realisasi program cofiring sebesar 2.830 ribu ton pada tahun 2024.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan target tersebut,” kata Jisman.